Kebudayaan Provinsi Maluku Utara M aluku Utara adalah satu provinsi bagian Timur Indonesia yang menyimpan potensi sumberdaya wisata...
Kebudayaan Provinsi Maluku Utara
Maluku Utara terkenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah sejak sekitar abad ke-15 memunculkan interaksi perdagangan yang menghadapkan Maluku Utara dengan bangsa-bangsa lainnya. Cengkeh pada saat itu merupakan komoditas perdagangan yang banyak dicari oleh para pedagang dari luar. Untuk menghindari persaingan perdagangan dibangunlah prinsip-prinsip kerukunan kekeluargaan di antara para raja.
Prinsip kerukunan kekeluargaan ini digambarkan dalam suatu mitos sebagaimana yang tercantum dalam Hikayat Ternate yang ditulis oleh Naidah pada abad ke-19. Menurut mitos itu, menjadi keempat kerajaan tersebut merupakan keturunan seorang ulama dari Timur Tengah bernama Jafar Sadek yang menikah dengan seorang bidadari, setempat Nur Sifa. Kerukunan keempat kerajaan tersebut mulai pecah dan berubah menjadi persaingan ketika Portugis dan Spanyol datang di Maluku Utara. Pada tahun 1512, Ternate bekerjasama dengan Portugis sementara Tidore bekerjasama dengan Spanyol.
1. Rumah Adat Maluku Utara
A. Rumah Adat Sasadu
Pada rumah adat Sasadu terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan memiliki bentuk haluan dan buritan perahu yang terdapat pada kedua ujung atap. Bubungan tersebut melambangkan perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu merupakan suku yang suka berlayar mengarungi samudera. Selain itu pada bubungan atapnya digantungkan dua buah bulatan yang dibungkus ijuk. Bulatan itu menggambarkan simbol dua kekuatan supranatural yaitu kekuatan untuk membinasakan dan kekuatan untuk melindungi.
B. Rumah Adat Hibualamo
Rumah adat Hibualamo didirikan kembali sebagai symbol perdamaian pasca konflik SARA pada tahun 1999 - 2001. Oleh karena itu pembangunannya pun mengalami perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang berupa rumah panggung. Bentuk asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara, Halmahera Utara dan biasa disebut Rumah adat Hibualamo Tobelo
Pada rumah adat Hibualamo terdapat 4 warna utama yang masing – masing memiliki arti. Warna merah mencerminkan kegigihan perjuangan komunitas Canga, warna kuning mencerminkan kecerdasan, kemegahan dan kekayaan. Warna hitam mencerminkan solidaritas dan warna putih mencerminkan kesucian.
2. Pakaian Adat
Berbicara tentang budaya Maluku Utara, pada kesempatan kali ini kami akan mengulas salah satu peninggalan kebudayaan yang berupa pakaian adat. Pakaian adat Maluku Utara selain berguna sebagai pemenuhan kebutuhan fisik sandang, juga dapat berfungsi sebagai status sosial pemakainya, mengingat terdapat perbedaan-perbedaan yang spesifik dalam aturan pengenaan pakaian adat tersebut berdasarkan kedudukan pemakainya dalam strata sosial.
Sedikitnya kami telah merangkum 4 jenis pakaian adat Maluku utara berdasarkan kelas sosial pemakainya. Keempat jenis pakaian tersebut antara lain pakaian adat sultan dan permaisuri, pakaian adat bangsawan, pakaian adat remaja putra putri, dan pakaian adat rakyat biasa.
A. Pakaian Adat Sultan dan Permaisuri
Pakaian istri sultan atau sang permaisur bernama Kimun Gia. Pakaian ini adalah kebaya yang dibuat dari kain satin putih yang dipadukan dengan bawahan berupa kain songket yang diikat dengan ikat pinggang emas. Selain itu, permaisuri juga akan mengenakan aksesoris lainnya sebagai pernik hiasan. Akeseoris tersebut antara lain selendang, konde pada sanggul, kalung, serta bros dan peniti yang dibuat dari berlian, intan, atau emas.
B. Pakaian Adat Bangsawan
Selain dua pakaian adat di atas, ada pula pakaian adat Maluku Utara lainnya yang dikenakan khusus oleh remaja putra putri dari golongan bangsawan. Pakaian remaja putra disebut baju koja. Baju ini adalah perpaduan jubah panjang berwarna biru atau kuning muda yang melambangkan jiwa muda, serta bawahan celana panjang hitam atau putih dan tutup kepala bernama toala polulu. Sementara pakaian adat untuk remaja putri adalah perpaduan kebaya dan kain songket yang dilengkapi dengan beragam aksesoris seperti kalung rantai emas (taksuma), anting susun dua, serta alas kaki bernama tarupa.
D. Pakaian Adat Rakyat Biasa
Untuk rakyat biasa atau masyarakat adat Ternate Tidore pada umumnya, pakaian adat yang dikenakan jelas akan sarat dengan nilai kesederhanaan baik untuk para pria maupun para wanitanya. Sayangnya jenis pakaian ini sudah sangat sulit ditemukan saat ini.
3. Tari daerah
A.Tari Gumatere
Penari pria menggunakan tombak dan pedang sedangkan penari wanita menggunakan lenso. Yang unik dari tarian ini adalah salah seorang penari akan menggunakan kain hitam, nyiru dan lilin untuk ritual meminta petunjuk atas suatu kejadian. Gumatere merupakan tarian tradisional rakyat Morotai.
B. Tarian Cakalele
C. Tarian Bambu Gila
Bahkan untuk para raja-raja tarian bambu gila ini juga digunakan untuk melawan para musuh yang datang untuk menyerang . Dan sekarang tarian tersebut dijadikan sebagai hiburan pada saat ada acara adat dan pesta . Tarian tersebut menggunakan bambu yang berukuran kira - kira 10 - 15 meter . Sebelum tarian ini dimulai pertama-tama pawang akan membakar kemenyan atau dupa terlebih dahulu dengan diirngi pembacaan doa agar diberikan keselamatan hingga selesai memainkan. Setelah itu bambu tersebut berguncangan dengan perlahan semakin lama bambu tersebut akan semakin kencang.
D. Tarian Lenso
E. Tari Soya - soya
Tari soya-soya adalah tarian khas Maluku Utara yang diciptakan untuk menyambut prajurit atau pasukan setelah bertempur di medan perang. Kata ‘soya-soya’ sendiri bermakna ‘semangat pantang’. Tarian ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, lo! Tarian ini menggambarkan perjuangan masyarakat Kayoa, di Kabupaten Halmahera Selatan di zaman dahulu. Di tahun 1570-1583 terjadi penyerbuan ke Benteng Nostra Senora del Rosario (Benteng Kastela), diujung Selatan Ternate oleh Sultan Babullah (Sultan Ternate ke-24) dan pasukannya. Penyerbuan ini bertujuan untuk mengambil jenazah ayah handa Sultan Babullah, yaitu Sultan Khairun yang dibunuh oleh tentara Portugis. Pertempuran itu menandai kebangkitan perjuangan rakyat Kayoa terhadap penjajah dengan mengepung benteng tersebut selama 5 tahun pada akhir abad ke-16.
Tarian Soya-soya waktu itu untuk mengobarkan semangat pasukan setelah meninggalnya Sultan Khairun pada 25 Februari 1570. Saat itu, Tarian Soya-soya dimaknai sebagai perang pembebasan dari Portugis hingga jatuhnya tahun 1575. Pada masa berikutnya Kesultanan Ternate menjadi penguasa 72 pulau berpenghuni di wilayah timur Nusantara hingga Mindanao Selatan di Filipina dan Kepulauan Marshall. Pakaian yang dikenakan dalam tarian ini adalah pakaian berwarna putih dan kain sambungan mirip rok berwara-warni, yaitu merah, hitam, kuning, dan hijau. Setiap penari mengenakan ikan kepala waena kuning (taqoa) yang merupakan symbol seorang prajurit perang. Perlengkapan yang digunakan adalah berupa pedang (ngana-ngana) dari bambu berhiaskan daun palem (woka) berwarna merah, kuning dan hijau, serta dipasangkan kerincing atau biji jagung di dalamnya. Selain itu, para penari juga membawa perisai (salawaku).
Musik pengiring tarian ini adalah gendang (tifa), gong (saragai), dan gong yang berukuran kecil (tawa-tawa). Gerakan di tarian ini menggambarkan terlihat seperti menyerang, mengelak dan menangkis. Jumlah penari soya-soya sendiri tidak ditentukan. Bisa hanya empat orang dan bahkan hingga ribuan penari. Masyarakat Maluku Utara sangat menjaga kelestarian tarian ini. Oleh karena itu, anak-anak di wilayah Maluku Utara sudah diajari Tari Soya-soya sejak kecil.
4. Senjata Tradisional
Senjata Parang dan Sawalaku, digunakan pada saat berperang, berburu hewan serta dipakai penari pria pada tarian caklele.
5. Suku
Beraneka ragam suku yang terdapat di Maluku Utara, yakni Suku Loloda, Tobaru, Sawai, Ternate, Makian Barat, Makian Timur, Pagu, Siboyo, Gane, Ange, Suku Arab dan Eropa dan yang lainnya.
- Suku Ternate
- Suku Ternate merupakan suku bangsa yang berdiam di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara, dan sekitarnya, dengan populasi sekitar 50.000 jiwa. Bahasa ibu orang Ternate adalah Bahasa Ternate, yang banyak memengaruhi bahasa Melayu Maluku Utara, yakni bahasa persatuan di Maluku Utara. Mata pencaharian orang Ternate, terutama adalah bertani dan melaut (mencari ikan). Komoditas pertanian yang terkenal dari kawasan ini adalah cengkeh, kelapam dan pala. Orang Ternate juga dikenal sebagai pelaut yang ulung. Menurut sensus 2010, 97% suku ternate memeluk Islam, sisanya Kristen Protestan dan sejumlah agama lainnya.
- Suku Moro
- Suku Moro, adalah suatu suku yang konon menurut mitos pernah hidup di pulau Morotai, salah satu pulau di kepulauan Halmahera Utara provinsi Maluku Utara Indonesia.Masyarakat kepulauan Halmahera meyakini bahwa suku Moro pernah berdiam di pulau Morotai, salah satu pulau di kepulauan Halmahera Utara. Pada masa lalu terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Jailolo yang diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Namun ketika masuknya Portugis pada 15, Kerajaan Jailolo yang rakyatnya adalah suku Moro, terdesak ke dalam hutan Morotai. Setelah itu suku Moro ini seperti raib di dalam hutan. Ada sebuah anggapan bahwa suku Moro pindah ke pulau lain, yang diperkirakan ke Filipina. Tapi kisah masyarakat Halmahera tentang suku Moro tetap menjadi cerita hangat di kalangan masyarakat Halmahera hingga saat ini. Beberapa tua-tua adat (pemuka adat atau orang yang dituakan di Morotai), mengatakan bahwa suku Moro adalah penduduk asli pulau morotai. Tidak diketahui apakah suku Moro di Morotai ada hubungan dengan suku Moro di Filipina. Belum pernah ada penelitian tentang hal ini
Bahasa Melayu Utara atau Melayu Ternate.
7. Lagu Daerah:
Lagu Borero dan Moloku Kie Raha.
Anda baru saja membaca artikel dengan judul Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, Semoga bermanfaat, Terima kasih.
COMMENTS