Alat Musik Tradisional Provinsi Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah adalah salah satu sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di ...
Alat Musik Tradisional Provinsi Kalimantan Tengah
Kalimantan Tengah adalah salah satu sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km². Berdasarkan sensus tahun 2010, provinsi ini memiliki populasi 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-laki dan 1.054.721 perempuan. Kalteng mempunyai 13 kabupaten dan 1 kotamadya.
Di Kalimantan Tengah terdapat berbagai macam instrumen musik, instrumen musik tersebut terdapat di berbagai suku di Kalimantan Tengah. Di masing-masing suku tersebut, memiliki jenis, fungsi dan bentuk instrumen musiknya sendiri-sendiri. Istrumen musik tersebut ada yang masih ada dan tetap digunakan hingga sekarang, namun ada juga instrumen musik atau benda bunyi-bunyian yang sudah punah keberadaannya. Berikut ini keterangan masing-masing instrumen tersebut :
1.Kecapi
Alat musik kecapi yang satu ini memiliki bentuk yang unik yaitu seperti burung enggang, hewan sakral bagi masyarakat Dayak. Kecapi Kalimantan Tengah merupakan alat musik petik berdawai dua jenis lut yang biasa dimainkan saat menyambut tamu kehormatan.
Kecapi Kalimantan Tengah terbuat dari kayu ringan yang berasal dari pohon hanjalulung. Dawai atau senar kecapi ini menggunakan bahan dari kawat maupun benang nilon. Dahulu, dawai-dawai untuk kecapi ini dibuat menggunakan rotan atau kulit kayu karena lebih tahan lama, kuat, dan memiliki suara yang khas.
Selain dimainkan untuk menyambut tamu kehormatan, kecapi juga biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian seperti tari perang, dan nyanyian-nyanyian tradisional khas Kalimantan Tengah. Kecapi juga biasa dimainkan masyarakat di sana saat santai. Sambil mengisi waktu senggang, orang-orang di Kalimantan biasanya bermain alat musik yang sekilas mirip gitar ini.
Belakangan, kecapi juga dikolaborasikan dengan alat musik lain seperti rabab, suling, kangkanang, katambung dan gandang. Perpaduan beberapa alat musik ini menjadi musik khas Kalimantan yang harmonis dan biasanya dipertunjukan dalam acara-acara Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah.
Garantung atau gong merupakan salah satu alat musik yang paling banyak terdapat dan digunakan masyarakat Suku Dayak. Selain Garantung dalam istilah masyarakat suku Dayak Ngaju atau yang berbahasa Ngaju, masyarakat Dayak juga menyebutnya dengan gong dan agung. Garantung diklasifikasikan sebagai salah satu alat musik dalam kelompok idiophone yang terbuat dari bahan campuran jenis logam (besi, kuningan dan perunggu).
Menurut sebagian orang, Garantung masuk ke wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah dibawa oleh para pedagang dari tanah Jawa, tepatnya pada saat hubungan dagang antara pedagang dari Kalimantan dan Kerajaan Majapahit. Meski begitu, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa masuknya garantung ke daratan Kalimantan dibawa oleh para pedagang asal Yunan (Cina, India dan Melayu) yang pada masanya memiliki pengaruh besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat Suku Dayak.
Dalam komunitas masyarakat Suku Dayak, Garantung juga digunakan untuk memberi tahu masyarakat luas tentang adanya suatu acara atau pesta yang dilaksanakan oleh salah satu keluarga, dan dari salah satu kampung ke kampung lain. Begitu juga ketika ada acara kematian atau upacara Tiwah (dalam bahas Ngaju) atau Wara (dalam bahasa Dusun dan Ma'anyan) khususnya bagi para pemeluk Kaharingan (agama tua suku Dayak), pada saat jenazah masih disemayamkan di rumah duka,
Hampir dalam setiap upacara ritual, Garantung menjadi alat musik yang dominan, baik untuk mengiringi Balian (para dukun adat/pemimpin upacara) menari dan menyanyikan mantra, mengumpulkan masyarakat, sehingga begitu terdengar hingga kejauhan. Selain sebagai alat musik tradisional, dalam komunitas masyarakat adat Suku Dayak, Garantung juga menjadi salah satu benda berharga yang berfungsi sebagai barang adat dan dijadikan sebagai alat tukar untuk menilai sesuatu barang atau jasa.
Keperluan sebagai barang adat itu masih berlangsung hingga sekarang, khususnya pada acara adat perkawinan, Garantung menjadi salah satu mas kawin atau barang permintaan yang harus diserahkan kepada pihak ahli waris mempelai perempuan. Salah satu istilah dalam persyaratan adat perkawinan yaitu Garantung Kuluk Pelek dalam bahasa Ngaju. Selain itu, dahulu, Garantung juga menjadi salah satu penanda status sosial seseorang atau keluarga. Semakin banyak garantung yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga tersebut, maka akan semakin tinggi status sosial yang bersangkutan dan semakin tinggi pula ia dihormati di masyarakat.
Garantung Suku Dayak terdiri atas empat jenis dengan lima nada dasar atau laras, masing-masing;
- Garantung Tantawak berukuran kecil.
- Jumlah : 1 buah
- Nada dasar : G atau E
- Garantung Lisung dengan ukuran sedang.
- Jumlah : 1 buah
- Nada dasar : D atau C
- Garantung Papar berukuran besar.
- Jumlah : 1 buah
- Nada dasar : A
- Garantung Bandih (bende dalam istilah di Jawa) yang berbentuk kecil tetapi memiliki nada yang tinggi.
- Jumlah : 1 buah
3. Kangkanung
Kangkanung ini sejenis instrumen yang juga terdapat di Jawa dengan sebutan Kenong, tapi Kangkanung lebih mengarah pada sejenis Bonang bila merujuk pada ensemble gamelan, di Bali disebut Reong, di Minang disebut Talempong. Kangkanung adalah penyebutan yang umum baik bagi suku Dayak Ngaju, Ma'anyan. Taboyan, Lawangan dan Dusun, disebut juga dengan istilah Kanung, sedang di suku Dayak Siang disebut Klentang.Cara memainkannya hampir sama dengan alat musik sejenis dari daerah lainnya. Jumlah Kangkanung ada 5 buah, yang disusun secara berjejer memanjang diatas rajutan tali di sebuah wadah kotak persegi panjang yang terbuat dari kayu. Ukuran lingkar Kangkanung kurang lebih 20 cm dan memiliki tonjolan (bagian yang di pukul) di bagian atas dengan 3-5 cm. Nada masing-masing Kangkanung dihasilkan dari tebal tipisnya masing-masing buah Kangkanung, nada tersebut yaitu A, C, D, E, dan G, dengan klasifikasi nada pentatonik. Kangkanung dimainkan dengan cara di pukul dengan dua buah pemukul atau stick, pemukul/stick terbuat dari bahan kayu yang kuat. Stick atau pemukul Kangkanung tidak dibuat benjolan pada ujungnya dan tidak juga dilapisi kain atau karet pada ujung yang bersentuhan dengan Kangkanung. Bahan Kangkanung terbuat dari campuran timah, tembaga, dan kuningan. Posisi atau sikap pemain Kangkanung pada saat memainkannya, dengan sikap duduk bersila.
Fungsi musik, untuk mengiringi upacara adat ritual Balian, penggunaan Kangkanung untuk upacara Balian dikeranakan bunyi yang dihasilkan Kangkanung sesuai dengan bunyi yang dihasilkan oleh Gelang yang dihentakkan penari Balian (baik Dadas maupun Bawo) di pergelangan tangan mereka.
Kangkanung
Asal dari : suku-suku Dayak di Barito4.Katambung
Jenis Instrumen : Idiophone
Nada : A, C, B, E, dan G
Jumlah : 5 buah
Ukuran lingkar : masing-masing kurang lebih 20 cm
Ukuran lingkar tonjolan : masing-masing 3-5 cm
Dimainkan : Dipukul menggunakan 2 buah stick kayu
Penempatan : Disusun berjejer diatas rajutan tali, diatas sebuah kotak persegi panjang dari kayu
Bahan : Campuran tembaga, timah, kuningan (perunggu)
Sikap pemusik : duduk bersila pada saat memainkan
Instumen sejenis : Bonang/Kenong (Jawa), Reong (Bali), Talempong (Minangkabau)
Katambung adalah alat musik perkusi sejenis gendang yang biasa digunakan dalam upacara – upacara adat seperti dalam upacara Tiwah agama Kaharingan. Katambung berarti Pukul. Bentuknya hampir menyerupai intrumen musik Tifa dari Papua. Ukuran panjang kurang lebih 75cm terbuat dari kayu ulin dan bagian yang dipukul dengan telapak tangan terbuat dari kulit ikan Buntal (sejenis ikan yang kulitnya dapat menggembang apabila terancam atau terkena rangsangan/gesekan) yang telah dikeringkan ber-diameter kurang lebih 10 - 18 cm. Jenis instrumen ini diperkirakan sudah ada sebelum abad ke X Masehi, banyak terdapat di wilayah suku Dayak Ngaju.
Jenis-Jenis Katambung
Jenis-jenis katambung dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
- katambung untuk orang dewasa dan
- katambung untuk anak-anak.
Sedangkan, katambung yang kedua (terbuat dari bambu) umumnya berukuran panjang sekitar 40--60 cm. Katambung ini garis tengahnya bergantung pada diameter luas ruas bambu yang dipakai.
Agar katambung mengeluarkan bunyi yang indah, ada tekniknya, yaitu kulit membran dipukul dengan jari-jari tangan kanan, sementara tangan kiri memegang badan katambung atau diletakkan di atas pelimping dengan dengan posisi jari-jarinya menjulur ke depan (menjuntai ke bawah permukaan kulit membran). Hal ini dimaksudkan ,jika sewaktu-waktu diperlukan, dapat dilakukan dengan mudah (biasanya meredam bunyi atau menghentikan getaran membran). Sedangkan, bagian tengah katambung cukup hanya dengan disanggah.
Katambung biasanya dimainkan dalam bentuk kelompok yang beranggotakan 5 - 7 orang. Pemimpinnya, oleh masyarakat setempat, disebut “upu”. Seorang upu biasanya dibantu oleh basir yang duduk di kiri-kanannya. Saat sedang memainkannya, adakalanya seorang upu menyanyi sendiri, sementara para basir hanya diam atau membunyikan katambung. Akan tetapi, adakalanya mereka secara serentak menyambut dengan mengulangi bait-bait (syair) yang telah diucapkan oleh upu. Cara menabuh atau memukul membran dilakukan menurut irama atau pukulan-pukulan tertentu yang disesuaikan dengan syair mantra/doa yang diucapkan atau dilakukan oleh penabuhnya.
Katambung digunakan pada upacara yang berkaitan dengan upacara gawi belom (memotong pantan) dan gawi matey. Pada upacara gawi belom, katambung digunakan untuk mengiringi penyambutan tamu. Sedangkan pada gawi matey, katambung ditabuh pada saat upacara tiwah (kematian), termasuk pada upacara balian ngarahang tulang (mengangkat tulang belulang), balian tantulak (penguburan), balian untung (upacara syukuran setelah penguburan maupun mengangkat tulang-belulang). Tulang belulang yang sudah diangkat dimasukkan ke dalam guci kemudian diletakkan di dalam suatu rumah kecil yang dibuat memakai tiang penyanggah.
5. Karepet
Karepet adalah sebutan untuk jenis Gandang dalam bahasa Dayak di Barito (suku Dayak Ma'anyan, Lawangan, Dusun, dan Taboyan), Karepet merupakan jenis instrumen Gandang dengan satu sisi membran. Karepet terbagi menjadi tiga buah sesuai beat, fungsi dalam permainan, ukuran dan bunyi pada saat dimainkan, yang masing-masing disebut dengan;
- Karepet Papuru (berukuran kecil)
- Dibunyikan dengan menggunakan: Stick dari bahan Rotan
- Jumlah pemain : satu orang
- Karepet Nyamut (berukuran sedang)
- Dibunyikan dengan menggunakan: Stick dari bahan Rotan
- Jumlah pemain : satu orang
- Karepet Kepak (berukuran besar)
- Dibunyikan dengan menggunakan: Stick dari bahan Rotan
- Jumlah pemain : satu orang
6. Gandang/Babun
Instrumen musik Gandang atau dalam bahasa suku-suku Dayak Barito (antara lain; suku Dayak Ma'anyan, suku Dayak Dusun) disebut Babun, adalah alat musik dari kelompok membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu yang dinyanyikan. Karena itu, alat musik gandang pun sangat populer sebagai sebuah bagian harmoni di kalangan masyarakat Suku Dayak.
Bebunyian Gandang merupakan pelengkap perangkat musik yang terdiri atas berbagai jenis alat musik termasuk rangkaian instrumen lain di antaranya; Garantung (gong) dan Kangkanong (kenong).
Gandang terbuat dari bahan kayu dan rongga , sementara membran atau selaput getar dibuat dari kulit hewan atau binatang dengan ukuran besar, antara lain; sapi, kerbau, kambing atau jenis kulit binatang lain untuk menutupi rongga dan diikat dengan rotan. Membrab tersebut menutupi satu bagian sisi rongga dan terdapat juga yang tertutup di kedua sisi rongganya.
Sebelum kulit binatang itu dijadikan selaput getar atau membran gandang, kulit binatang itu dikeringkan dan dipasangkan menutupi semua bagian rongga dan untuk mengencangkan membran digunakan beberapa baji pada simpei (simpul).
Menurut sejarah dan galian kepurbakalaan, sejumlah kalangan mempercayai bahwa gandang merupakan alat musik tradisional dari daratan Cina sejak sekitar 3.000 tahun yang lalu dan kemudian berkembang ke seluruh dunia dibawa oleh para perantau yang membawa tradisi kesenian ke luar Cina.
Pada zaman purbakala, Gandang itu tidak saja digunakan untuk acara persembayangan atau persembahan kepada dewa-dewa dengan tarian dan nyanyian, tetapi juga untuk menggetarkan semangat perjuangan para tentara untuk maju perang dan digunakan sebagai alat komunikasi.
Di kalangan masyarakat Suku Dayak dikenal berbagai jenis gandang, antara lain; Gandang Tatau, Gandang Manca dan Gandang Bontang., Gandang Paningkah , Gandang Panggulung, Gandrang Mara, dan yang termasuk salah satu jenis Gandang yaitu Katambung, namun bentuk dan ukurannya fisiknya jauh berbeda. Jenis-jenis Gandang itu memiliki ukuran yang berbeda dan penggunaan yang berbeda pula.
7. Gandang Tatau
Gandang Tatau (gendang tunggal) adalah jenis Gandang yang agak besar dan panjang. Panjangnya bisa mencapai satu-dua meter dengan garis tengah atau diameter mencapai lebih kurang 40 centimeter. Pada Gandang Tatau, salah satu bagian ujungnya dipasang membran yang terbuat dari kulit sapi, rusa atau panganen (ular sawa atau piton) dan pada bagian pangkalnya dibiarkan terbuka untuk menguatkan suara ketika membran ditabuh.
Pada bagian ujung salah satu Gandang Tatau dipasang membran dari kulit hewan seperi kulit sapi, ular sawah atau penganen bahkan hingga kulit binatang rusa dan pada bagian ujung pangkalnya biasanya dibiarkan terbuka begitu saja dengan harapan agar bunyi yang dihasilkan saat sebuah Gandang Tatau ditabuh bisa lebih keras.
Sedangkan untuk mengwencangkan membran biasanya dipasang tali pengencang, tali pengencang tersebut bisa terbuat dari bahan rotan atau juga kulit hewan yang dibuat panjang seperti tali. Pada bagian tengah tubuh Gandang, tali tersebut diikatkan lagi pada sebuah sabuk yang terbuat dari bahan rotan, kemudian disisipkan 4 sampai 5 buah pasak dari bahan kayu untuk pengunci, pengunci berfungsi agar sabuk dan membran tidak mudah mengendur.
Gandang tatau biasanya digunakan pada upacara-upacara adat, antara lain acara tiwah (upacara kematian, Red), bantang, wara dan upacara penyambutan tamu dengan alat musik pengiring lainnya terdiri atas gong sebanyak tiga-lima buah dan seperangkat kangkanong. Gandang Tatau juga termasuk instrumen musik yang berkedudukan sangat tinggi, karena alat ini selain sebagai alat musik juga digunakan sebagai perlengkapan ritual yang sering digunakan pada berbagai acara adat suku Dayak seperti upacara ritual Tiwah (upacara kematian) dan upacara penyambutan tamu kehormatan.
8. Suling Balawung
Suling Balawung adalah jenis alat musik tiup yang paling populer di Kalimantan Tengah ( Berasal dari suku Dayak di sepanjang sungai Katingan ), terbuat dari bambu tamiang, ini adalah salah satu jenis suling dari sekian banyak jenis suling yang ada di Kalimantan Tengah. Nada yang dimiliki suling ini terdapat lima nada, yaitu do-re-mi-sol-la (pentatonik). Biasa diamainkan oleh kaum perempuan. Suling ini termasuk dalam jenis suling yang disakralkan, dan terdapat dalam cerita atau mitos asal mula turunnya manusia dari langit ke bumi Kalimantan, biasanya suling ini hanya dimainkan untuk lagu sansan.
9. Tote atau Serupai
Tote atau disebut juga dengan sebutan Serupai merupakan alat musik tiup yang terbuat dari buluh/bambu kecil yang telah dikeringkan, pada salah satu sisi ujung sebelah dalamnya diberi lidah atau rit. Pada bagian sisi batang dibuat dua atau tiga buah lubang. Tote atau Serupai ini dimainkan dengan cara meniup bagian ujung yang diberi lidah atau rit. Bunyi yang dihasilkan sedikit melengking namun menghasilkan bunyi yang merdu dan menyayat kalbu.
10. Kalali
Kalali ialah alat musik tiup yang terbuat dari buluh atau bambu kecil. Ukuran panjang setengah meter dengan salah satu sisi ujung diambil bagian yang beruas, lalu dibuat lubang kecil dekat ruas tersebut. Ujung ruas diraut agar dapat dipasang sepotong rotan yang telah diraut atau ditipiskan. Lembar rotan tipis tersebut diikat pada ujung beruas yang memiliki lobang tersebut. Kalali memiliki lima buah lubang nada untuk menghasilkan nada-nada melodinya.
11. Rabab atau Rebab
Rabab atau rebab adalah alat musik gesek seperti yang terdapat di pulau Jawa atau di daerah lainnya, dahulu Rabab biasa dimainkan pada saat upacara Nyangiang di suku Dayak Ngaju ( kapuas, katingan, kahayan), kini rabab dapat juga dimainkan sebagai instrumen tambahan dalam permainan musik Kacapi.
Pada bagian perut atau rongga resonansi terbuat dari bahan tempurung kelapa, pada bagian depan ditutup dengan menggunakan kulit ular sawa atau kulit ikan buntal. Sedangkan bagian handle atau pada penjarian yang menghasilkan nada terbuat dari bahan kayu ulin/tabalien (kayu besi). Rabab ini memiliki dua buah senar yang saat ini telah menggunakan senar berbahan kawat, pada bagian perut yang bermembran terdapat sebuah pengangkat atau penahan senar (bridge), pengangkat atau penahan senar ini dapat digeser sehingga dapat menentukan standar nada yang diinginkan selain menggunakan palutar (pemutar senar) yang juga berjumlah dua buah.
Rabab dimainkan dengan menggunakan penggesek senar (bow) seperti pada biola, batang penggesek terbuat dari bahan kayu, berbentuk seperti busur panah, pada ujung-ujungnya dibentangkan beberapa helai senar nilon yang digesekkan dengan senar rabab.
Salung merupakan instrumen musik berbentuk bilah, terbuat dari bahan kayu. Bilah-bilah kayu tersebut di bentuk dan disusun berderet diatas sebuah kotak resonansi sesuai dengan urutan nadanya. Agar bilah-biah tersebut tidak bergeser dari tempatnya, maka pada bagian kira-kira 10 cm sebelum ujung bilah tersebut biasanya diberi lubang, lubang ini untuk memasukkan pasak pengunci yang menancap berdiri di dinding kotak resonansi. sedangkan kotak resonansi atau tempat meletakkan bilah-bilah tersebut juga terbuat dari bahan kayu. Panjang bilah-bilah kayu penghasil nada tersebut antara 15 cm hingga 30 cm, semakin tinggi nada yang dihasilkan maka semakin kecil panjang bilahnya.
Salung dimainkan atau dibunyikan dengan menggunakan stick pemukul yang terbuat dari bahan kayu, jumlah stick pemukul sebanyak dua buah. Masing-masing stick tersebut dipegang mengunakan tangan kiri dan kanan, ujung stick dapat dibentuk tonjolan bundar, tonjolan ini dimaksudkan agar suara yang dihasilkan lebih nyaring. Panjang stick bisa 15 cm hingga 20 cm, tergantung keinginan si pemusik.
Selain terbuat dari bahan kayu, instrumen musik sejenis juga ada yang terbuat dari bahan bambu yang disebut dengan Salung Telang, sedangkan yang terbuat dari bahan logam atau tembaga disebut dengan Sarun dan Dani. Saat ini instrumen musik sejenis yang terbuat dari bahan logam hampir punah keberadaannya.
13. Gelang Balian
Gelang balian terbuat dari bahan gangsa (perunggu), bentuknya bulat melingkar mirip seperti bentuk kue donat dan cukup berat. Gelang yang dipasang dipergelangan tangan masing-masing berpasangan atau lebih, sehingga apabila tangan dihentakkan atau digoyang maka akan terjadi benturan antara gelang-gelang tersebut dan menghasilkan suara yang sangat nyaring.
Bunyi benturan dari gelang tersebut mengikuti hentakan irama musik pengiring tarian, dengan kata lain para Balian menari sambil membunyikan gelang-geang di pergelangan tangan mereka. Membunyikan gelang-gelang sekaligus menari memiliki tingkat kesulitan tersendiri, sebab terkadang bunyi gelang lebih rapat dan cepat. Gelang ini dapat digunakan oleh dukun Balian laki-laki maupun perempuan.
Balian adalah dukun pengobat di suku Dayak, dalam upacara pengobatan biasanya Balian menarikan tarian pengobatan untuk memanggil roh dewa dan leluhur. Aksesoris yang dipakai Balian dalam menari diantaranya adalah gelang Balian, gelang ini apabila dibunyikan dipercaya dapat memanggil roh-roh. Gelang balian disebut juga dengan gelang Hiyang (dewa), gelang ini dipakai para dukun Balian pada kedua pergelangan tangan, jumlah gelang yang dipakai menunjukkan tingkat kesaktian Balian tersebut, yang tertinggi memakai 3 buah gelang.
14. Tongkat Giring-giring
Sinonim Giring-giring :
- Bel
- Genta
- Gagenta
- Cir-cir
- Klintingan
- Maraccas
- Tongkat berisi biji
- Rain stick
Tari giring-giring atau juga disebut Gangereng biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu, acara-acara bergembira, dan juga untuk selingan pada acara-acara tertentu. Tari giring-giring adalah tarian khas suku Dayak Ma'anyan yang mendiami daerah Kabupaten Barito Timur dan Kabupaten Barito Selatan provinsi Kalimantan Tengah.
Tongkat dan bambu tipis (telang) yg diisi dengan biji piding sehingga menghasilkan suara yg ritmis dengan iringan ensamble kangkanung, genang dan garantung oleh penarinya.
Dengan cara menghentakkan satu tongkat panjang ke lantai yang dipegang di tangan kiri dan di tangan kanan memegang bambu sambil digoyang-goyang agar mendapatkan bunyi (sesuai gerakan tarian), sedangkan kaki maju mundur mengikuti irama musik.
Keserasian dari bunyi hentakan tongkat, getaran biji-biji dalam tongkat kecil serta gerakan tangan dan kaki itulah seirama dengan iringan musik yang energik mampu menimbulkan keindahan dan menjadi daya tarik tari Giring-giring.
Tarian ini biasanya ada disaat acara yang bersifat kegembiraan, seperti pesta panen,ataupun hajatan atau buntang/tiwah, yang biasanya para tua muda ikut bersenang-senang dalam alunan energik suara kenung, garantung dan gendang.
Ukuran tongkat yang pendek yang diisi dengan biji-bijian kira-kira 40 sampai 50 cm, sedangkan tongkat yang panjang yang dihentakkan ke lantai atau ke tanah kira-kira berukuran 1,5 meter.
15.Garanuhing
Garanuhing merupakan bunyi-bunyian atau bell yang terbuat dari bahan kuningan, lazim dikenal dengan kerincing, kerincingan atau giring-giring. Di beberapa daerah di Indonesia jenis ini biasanya menjadi asesoris penari, dapat dipasang di pergelangan kaki atau di pergelangan tangan.
Biasanya Garanuhing berbentuk bulat, pada bagian dalam terdapat rongga, dalam rongga tersebut diisi satu benda logam kecil, pada bagian salah satu sisinya terdapat lubang kecil memanjang, lubang ini berfungsi untuk memasukkan logam kecil ke dalamnya dan juga agar bunyi yang dihasilkan bisa lebih nyaring.
Ukuran garanuhing kira-kira 5 cm dan berjumlah lebih dari satu, beberapa buah garanuhing biasanya disatukan dengan menggunakan tali, apabila digetarkan akan menghasilkan bunyi gemerincing yang banyak.Garanuhing sudah jarang dipergunakan baik untuk tarian maupun lainnya, benda ini dapat dikatakan punah keberadaannya.
16. Tangkurung
Tangkurung adalah alat music karya asli masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah, tepatnya suku Tanah Siang (Kecamatan Tanah Siang,Kabupaten Murung Raya). Jenis instrument ini tidak terdapat di daerah lain, jadi tidaklah heran bahkan tidak semua warga Kalimantan Tengah mengetahuai keberadaan alat music ini, Tangkurung merupakan alat music yang terbuat dari bahan bambu yang disambung memanjang dan diberi lem dengan bahan lem dari tumbuhan alam, lalu dianyam dengan tali rotan. Pengerjaannya bisa selesai dalam empat sampai enam hari.
Tangkurung tergolong dalam jenis alat musik perkusi yang berbentuk tongkat. Karena bentuknya itulah sekilas tidak ada yang mengira jika benda ini bias menghasilkan nada-nada perkusi yang unik. Tangkurung biasanya terdiri atas empat buah, yang dimainkan bersama-sama oleh empat orang. Kalau kurang dari empat orang nada yang dihasilkan jadi tidak bagus. Setiap bilah Tangkurung mengeluarkan intonasi nada yang berbeda, sehingga saat dimainkan bersama-sama mampu menghasilkan paduan nada-nada perkusi yang harmonis dan menyatu satu dengan yang lain.
Untuk memainkan alat music ini perlu latihan, bagi yang belum tahu sama sekali bagaimana memainkannya dan bagaimana membentuk keharmonisan bunyinya mungkin akan memerlukan waktu hingga empat bulan. Namun bagi yang sudah sering melihat dan mendengarkan serta memahami paduan suara yang dihasilkan bias lebih cepat mempelajarinya.
Di Tanah Siang anak-anak kecilpun terampil memainkan Tangkurung. Alat music ini lahir sebagai manifestasi dari sukacita masyarakat Tanah Siang saat kegiatan manugal (menanam benih padi). Bentuk instrument ini pun mengadopsi tongkat tugal (tongkat untuk melubangi tanah tempat manur bibit padi).
Tangkurung dimainkan dengan cara menghentakkannya ke tanah. Sumber suara yang unik tersebut justru muncul dari turbulensi angin di bagian paling atas Tangkurung yang memang dibuat menganga. Bagian atas pada masing-masing Tangkurung dibuat dengan diameter serta ukuran yang berbeda, sehingga menghasilkan bunyi yang berbeda-beda pada masing-masing Tangkurung.
Tangkurung dibuat dengan menyambung tiga bagian bamboo yang berbeda jenis. Pada bagian paling bawah sebagai tumpuan dipasang kayu Ulin (kayu besi) atau dalam bahasa setempat disebut Tabalien. Selain menggunakan kayu tabalien sebagai tumpuan dapat juga menggunakan jenis kayu keras dan kuat yang lain. Pembuatan Tangkurung dilakukan oleh mereka yang memang sudah terampil namun dengan peralatan yang sederhana. Tangkurung masih dimainkan hingga kini di Tanah Siang baik dalam kegiatan pada musim tanam padi maupun pada acara penyambutan tamu kehormatan. Tangkurung dapt dipadukan dengan tari-tarian seperti tari manasai atau bahkan untuk mengiringi seni Karungut
Anda baru saja membaca artikel dengan judul Alat Musik Tradisional Provinsi Kalimantan Tengah, Semoga bermanfaat. Terima Kasih.
COMMENTS