Tari Ranup Lampuan Tarian Tradisional Aceh Tari Ranup Lampuan mulanya hanya terdapat di kota Banda Aceh. Akan tetapi perkembangan dewa...
Tari Ranup Lampuan Tarian Tradisional Aceh
Tari Ranup Lampuan mulanya hanya terdapat di kota Banda Aceh. Akan tetapi perkembangan dewasa ini yang relatif singkat, telah dijumpai pula di daerah lainnya, terutama Daerah pesisir yang pada umumnya dihuni oleh suku Aceh. Arti kata Ranup ialah sirih, Lam bearti dalam atau di dalam dan Puan bearti cerana, yaitu tempat sirih khas Aceh. Jadi Ranup Lampuan secara harfiah diartikan sirih dalam cerana. Tari ini melatar belakangi adat-istiadat yang hidup dan tetap terpelihara di Aceh, khususnya adat menerima dan menghormati tamu. Hal ini terlihat melalui simbolik gerak para penari, maupun melalui perlengkapan tari, dan sirih yang disuguhkan kepada tamu.Tradisi makan ranup (sirih) dalam budaya Aceh merupakan warisan budaya masa silam, lebih dari 300 tahun yang lampau atau di zaman Neolitik, hingga saat ini. Bercermin kepada tradisi nenek moyang pada masa lampau, tradisi ‘’makan ranup (sirih)’’ atau ‘’menyirih’’ konon dibawa oleh rumpun bangsa melayu sejak kira-kira 500 tahun SM ke bebrapa negara Asia Tenggara termasuk indonesia.
Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan adalah salah satu jenis tarian tradisional khas Aceh dalam penyambutan tamu terhormat ataupun pada acara acara yang di anggap penting atau sakral. Tarian ini dibawakan oleh 5 -7 penari wanita yang memamakai baju adat aceh dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda penghormatan yang diiringi oleh musik tradisional aceh dan setiap gerakan yang dilakukan oleh penari memiliki makna tersendiri yang bertujuan untuk menghormati tamu dalam acara tersebut.
Gerakan demi gerakan dalam Tari Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh hal ini senada dengan budaya Aceh yang berslogan peumulia jamee, artinya memuliakan tamu.
Kata "Ranup" berarti "Sirih" dan "Lampuan" diartikan "tempat/wadah khusus sirih khas aceh".Tarian ini sudah mengalami banyak perubahan dari sejak pertama kali di ciptakan hingga sampai sekarang ini bertujuan untuk penyempurnaan tarian itu sendiri, Tarian ini pernah di rubah dengan menambahkan 3 orang penari laki-laki dimana dua di antaranya menggunakan pedang dan satunya lagi pemegang vandel, namun tarian ini kembali di rubah ke bentuk asal nya sekitar tahun 1966 berdasarkan saran tetua adat.
Sejarah Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh salah satu seniman terkenal dari Aceh yang bernama Yusrizal. Nama Tari Ranup Lampuan ini diambil dari kata “Ranup” dan “Lampuan”. Kata Ranup sendiri dalam bahasa Aceh berarti “Sirih”, sedangkan Puan adalah tempat/wadah sirih khas Aceh. Konon, tarian ini diangkat dari kebiasaan adat masyarakat Aceh dalam menyambut tamu terhormat dengan menyuguhkan sirih sebagai tanda terima mereka.
Pada awalnya, tari ini tidak menggunakan selendang sebagai properti, dan penarinya memakai sanggul Aceh yang tinggi dihiasi hiasan kepala. Tarian yang berdurasi tiga sampai sembilan menit ini diiringi orkestra atau band. Adapun sosok pencipta musik dari irama tarian lanup lampuan adalah Almarhum T Djohan pengarang lagu Tanoh Lon Sayang. Tari Ranup Lampuan merupakan kreasi mentradisi setelah menjalani proses panjang untuk menjadi tari tradisi dengan terus menyesuaikan diri sesuai zaman. Maka tahun 1959 ketika tim kesenian Aceh akan melakukan lawatan kerajaan ke Malaysia dalam rangka pertukaran cendramata, tari Ranup Lampuan dimodifikasi dengan menambah tiga orang penari pria, dua penari sebagai pemegang pedang dan satu penari sebagai pemegang vandel.
Kemudian sekitar tahun 1966, setelah mendengar saran dari para tetua adat, bahwa pekerjaan menyuguhkan sirih adalah pekerjaan kaum perempuan, maka alangkah baiknya jika tari tersebut ditarikan oleh perempuan saja. Begitu juga tentang persoalan durasi waktu pertunjukan yang dirasakan terlalu panjang, sehingga tari Ranup Lampuan mengalami pemadatan. Hal ini berjalan sekitar delapan tahun.
Pasca PKA II tahun 1972, dengan munculnya seni tradisional memberi pengaruh terhadap tari Ranup Lampuan khususnya untuk iringan tarian. Semula iringan musik Orkes atau band selanjutnya peran ini diganti dengan iringan alat musik tradisional yaitu Serune kale, Gendrang, dan Rapa‘i. Pengubahan ini sejalan dengan permintaan dari panitia Festival tari tingkat nasional 1974 yang meminta tari tradisional tampil dengan diiringi musik tradisional pula. Hal itu diubah ketika acara peresmian gedung pertamina di Blang Padang.
Fungsi Dan Makna Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan lebih difungsikan sebagai tarian penyambutan adat atau penyambutan para tamu terhormat yang sedang berkunjung. Tarian penyambutan ini selalu identik dengan sirih dan puan, yang dalam tradisi masyarakat Aceh memiliki nilai-nilai dan makna khusus di dalamnya. Dalam adat masyarakat Aceh, sirih dan puan dapat dimaknai sebagai simbol persaudaraan antar masyarakat. Sehingga ketika tamu disuguhkan sirih tersebut,berarti dia sudah diterima dengan baik oleh masyarakat di sana. Begitu juga apabila tamu sudah menikmati suguhan tersebut, berarti dia menerima sambutan baik yang diberikan oleh masyarakat di sana.
Bagi mereka pencinta tari Aceh, menelusuri jejak Tari Ranup Lampuan sama seperti merekam budaya Aceh, tari yang merefleksikan kehidupan sehari-hari orang Aceh yang terkenal ramah dan suka memuliakan tamu. Sudah seharusnya penciptanya pun mendapat tempat untuk diabadikan dan selalu diingat masyarakat Aceh.
Filosofi Ranup Tari Ranup Lampuan
Bagi Masyarakat Aceh Sirih (Ranub) memilili berbagai dimensi makna simbolik, disamping dimensi fungsional yaitu:
A. Sirih (Ranub) sebagai simbol Pemulia Tamu
Sirih sebagai simbol pemulia tamu atau penghormatan terhadap sesorang yang dihormati. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Aceh untuk menjamu tamunya. Dalam tradisi Jamuan raja-raja di Aceh, seperti Jamuan kepada Sir James Lancastle utusan Raja Inggris James I pada masa Sultan Alauddin Riayatsyah Saidil Mukammal (1602 M), sirih sudah merupakan suguhan persembahan kepada tamu-tamu agung. Tradisi penyuguhan sirih untuk memuliakan tamu sudah merakyat sejak dari dahulu kala dalam masyarakat Aceh. Berkaitan dengan adat menyuguhkan sirih tersebut, dapat diartikasn sebagai simbol kerendahan hati memuliakan tamu atau orang lain walaupun dia sendiri adalah seorang yang pemberani dan peramah.
B. Sirih (Ranub) sebagai sumber perdamaian dan Kehangatan Sosial
Sirih bermakna sebagai sumber perdamaian dan kehangatan sosial tergambar ketika berlangsung musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, peusijuek, meu-uroh, dan upacara-upacara lainnya. Semua upacara-upacara tersebut diawali dengan menyuguhkan sirih sebelum upacara tersebut dimulai.
C. Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial
Sirih sebagai Media Komunikasi Sosial, Sirih sering diungkapkan dengan Istilah Ranub Sigapu sebagai pembuka komunikasi. Setiap buku yang dikarang masyaraakat Aceh, ranub sigapu menjadi bagian yang paling awal dari isi buku tersebut.
Pertunjukan Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan biasanya dibawakan oleh para penari wanita. Jumlah penari tersebut biasanya terdiri dari 5-7 orang penari. Dalam pertunjukannya, para penari dibalut dengan busana tradisional yang cantik serta membawa puan dan sirih yang nantinya akan disuguhkan kepada para tamu. Dengan diiringi oleh alunan musik tradisional, mereka menari dengan gerakannya yang khas di hadapan para tamu dan penonton.
Pada masa kesultanan Aceh, ranup memainkan peranan penting bukan sebagai penambahan konsumsi semata, tetapi juga dipergunakan dalam upacara-upacara kebesaran sultan. Begitu banyak makna ranup bagi masyrakat Aceh diantara sebagai simbol pemuliaan tamu, hal ini jelas terlihat dalam kesenian Tari Ranup Lampuan senidiri, ranup juga sebagai simbol perdamaian tergambar ketika belangsungnya musyawarah untuk menyelesaikan persengketaan, upacara perdamaian, upacara peusijuk dan upacara lainnya, kemudian ranup juga mempunyai arti sebagai kehangatan sosial, sebagai komunikasi sosial. Ranup adalaha lambang formalitass dalam interaksi masyarakat Aceh. Setiap acara dimulai dengan menghadirkan ranup dan kelengkapannya.
Setiap gerakan dan atribut dalam tarian Ranup Lampuan mengandung makna. Sebagai gambaran seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu. Terdapat juga gerakan salam-sembah dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan dan ke depan sebagai lambang kekhidmatan mempersilahkan par tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam
puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaraan. Selain sebagai hidangan penyambut tamu, Ranup mepunyai peran penting dalam ritus-ritu masyarakat Aceh sehingga ia selalu ada dalam berbagai prosesi, dari mulai pernikahan, sunatan bahkan ketika menguburkan jenazah.
Tari Ranup Lampuan selain ditampilkan di depan tamu, juga di pentaskan pada acara-acara upacara maupun peresmian sebuah gedung, dewasa ini tari Ranup Lampuan sudah banyak diminati di kalangan masyarakat khususnya pada acara Preh Linto Baro. Untuk penampilan pada saat upacara hanya memeperlihatkan gerak seperlunya saja (versi), penari hanya dalam posisi berdiri, yang dipentingkan ialah penyerahan sirih sebagai upacapan selamat datang.
Pola lantai
Pola lantai adalah arah kemana penari menuju dari titik satu ke titik lainnya dan arah hadap berlawanan penari dengan penari lainnya. Gerak didalam tari adalah bahasa gerak yang dibentuk menjadi pola-pola gerak. Pencarian gerak, pemilihan dan pengembangan gerak adalah elemen yang paling penting. Garak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dalam hidup manusia.
Pola lantai dapat dibuat dalam beberapa macam : kedepan, kebelakang, kesamping kiri-kanan, diagonal atau menyudut, maju dan mundur, dan sebagainya. Pola lantai dapat dibentuk kedalam beberapa bentuk : bentuk segitiga, segiempat, bulat, huruf V, L, serta dapat dibentuk angka 8 (delapan), garis lengkung atau spiral atau kombinasi antara garis lurus dan garis lengkung, disamping itu dapat pula dibuat simetris dan asimetris.
Tarian ini diawali dengan para penari memasuki pentas dengan berjalan searah dari kiri/kanan dengan berbanjar, dan membuat Tablo, membentuk anjungan rumah Aceh (Tampong Acaeh). Penari menghadap penari utama (primadona), lalu penari utama maju ke depan sehingga berbentuk segi tiga.
Ragam 1 tari Ranup Lampuan dengan duduk bersimpuh tertib, posisi membentuk tampong rumah Aceh Ragam I, II, III. Ragam III terjadi pemindahan penari ke kiri dan ke kanan dengan posisi tetap membentuk tampong rumah Aceh.
Ragam IV masih dengan posisi di atas, dimana 3 penari, primadona dan 2 penari dengan posisi duduk dan 4 penari di belakang berdiri. Penari yang duduk melakukan gerakan mangacip pinang atau mengupas pinang. Sedangkan yang berdiri dengan gerakan memetik sirih. Ragam V semua penari duduk bersimpuh dengan melakukan gerak membuat sirih sejak memetik tangkai sirih, mengapur
hingga selesai.
Ragam VI serupa dengan ragam V. Posisi ini masih membentuk tampong rumah Aceh. Ragam VII penari bangun, memegang puan masing-masing dengan mengayunkan ke kiri dan ke kanan, persiapan untuk masuk ke ragam selanjutnya.
Ragam VIII penari melakukan gerak transisi. Ragam IX primadona maju ke depan dan diikuti oleh semua penari dengan beda masing-masing 4 langkah.
Ragam X semua penari dengan didahului primadona membentuk posisi V terbalik. Penari merendahkan puan dan membuat ayunan melingkar ke atas lalu turun kembali. Dibagian akhir lagu semua penari membentuk banjar (jajaran).
Lalu semua penari mundur 4 langkah dan keluar pentas. Pada upacara penyambutan tamu-tamu resmi daerah semua penari maju menyuguhkan sirihh pada penonton.
Ragam Gerak
Ragam gerak menjelaskan tentang nama-nama dan maksud-maksud dari gerak ranup lampuan.
- Gerak mengayun ke kiri dan ke kanan, sebagai simbolis untuk menyatakan 4 ramuan bahan pembuat sirih yaitu : kapur, gambir, pinang dan cengkeh yang menyatu membentuk suatu ramuan khas makanan adat Aceh.
- Gerak melingkari pinggul sampai ke depan dada mengandung makna bahwa seluruh masyarakat Aceh menggunakan sirih sebagai tanda penghormatan pembuka haba (pembuka kata sebagai tanda memuliakan tamu).
- Gerak ayunan tangan melambai ke sebelah kanan dan gaya kaku dengan sikap menolak kek kiri, mengandung makna rakyat Aceh sangat senang meneriman persahabatan dan dengan tegas menolak permusuhan.
- Gerak variasi tari adapotasi gerak Seudati, tidak mengandung makna hanya sebagai pelengkap atau trasisi gunan meperindaah tarian tersebut.
- Gerak memetik dan mengacip atau mengupas sirih, mempunyai makna sebagai suatu pernytaan kerja sama di kalangan masyarakat Aceh. Yang disimbolisasikan oleh 4 penari dibelakang memetik sirih, dan 3 penari di depan mengacip pinang. Tiap dikacip lalu mereka memberi isyarak kepada kawannya bahwa persiapan sudah selesai dimana sirihnyab diramu secara bersa,-sama. Sehingga terjalinlah suatu kerjasama yang baik sekaligus mencerminkan simbol kegotongroyongan
- Gerak mengatur sirih, dimulai dengan membuang tangkai (tampok) dan mengapur. Menganudng makna sebagai lambang ketertiban dan adat-istiadat yang kuat.
- Gerak penari mundur secara beraturan dan dihalui oleh primadone mempunyai makna tuan rumah menyambut tamu di depan pintu masuk dengan anggota keluarga. Tamu dijemput di alun-alun di mana primadona maju ke depan dan diiringi semua anggota keluarga ikut menyambut tamu yang dihormati.
- Gerak merendahkan puan dan membuat ayunan melingkar ke atass lalu turun menurun, mengandung maknan simbolis sebagai sikap mempersilahkan tamu masuk.
Pengiring Tari Ranup Lampuan
Tari Ranup Lampuan awalnya diiringi oleh musik orkestra atau band. Namun setelah tahun 1972 musik pengiring Tari Ranup Lampuan ini diubah dengan menggunakan alat musik tradisonal Aceh seperti sarune kale, genderang dan rampa’i. Hal ini dilakukan agar terkesan lebih tradisional dan mewakili kesenian tradisional Aceh. Untuk irama yang dimainkan saat mengiringi tarian ini tentunya juga disesuaikan dengan gerakan para penari.
Musik Iringan
Unsur-unsur musik iringan tari tradisional Aceh juga dipengaruhi oleh konteks tema dan isi dari bentuk koreografinya. Instrumen musik tradisional Aceh digolongkan dalam kelompok alat musik pukul (perkusi), alat musik tiup dan instrumen berdawai. Masing-masing instrumen musik tersebut memiliki teknik yang berbeda dalam memainkannnya dan instrumen musik tersebut juga memiliki
perbedaan karakteristik suara (bunyi) ketika dimainkan. Perbedaan bunyi dan unsur-unsur musikalitas dari bentuk penyjiannya, dapat diamtai dalam berbagai acara kesenian tradisional Aceh seperti musik iringan tari Tari Lampuan, musik iringan tari Likok Pulo, musik iringan tari Guel dan musiki iringan tari Meusaresare.
Pada dasarnya bentuk iringan dapat juga dibedakan menjadi dua yaitu bentuk internal dan eksternal.
1. Bentuk internal
Bentuk iringan yang berasal dari diri seorang penari, seperti tarikan nafas, suara-suara penari, efek dari gerak-gerakannya penari berupa tepukan tangan dan hentakan kaki, dapat pula bunyi-bunyi yang ditimbulkan dari busana dan perlengkapan yang digunakan oleh para penari.
2. Bentuk eksternal
Musik eksternal adalah bunyi-bunyian yang berasal dari alat musik atau instrument, misalnya seperti gamelan, keyboard, gitar, gendang, terompet, dan sebagainya. Serune kalee (serunai) : serune kalee merupakan alat musik tiup tradisionla Aceh. Alat musik ini adalah sejenis klarinet. Bahan untuk membuat alat musik tersebut ialah kayu dengan bagian pangkal yang kecil dan ujungnya besar seperti corong. Di bagian pangkal terdapat perise, yaitu sebuah piringan kuningan yang berfungsi sebagai penahan bibir ketika meniup alat musik itu. Sebagai pengatur nada, serume memiliki tujuh buah lubang. Selain itu, agar badan serune tidak pecah, maka dilapisi kuningan dan sepuluh ikatan dari tembaga yang disebut klah.
Pada awal penciptannya tari Ranup Lampuan diiringi oleh musik orkestra atau band dari URRIL KODAM tempat Yuslizar mengajar tari. Dan selanjutnya diganti dengan iringi alat musik tradisional Aceh agar kesan tradisionalnya kental, Sebagai pengiring tari bearti peranan musik hanya untuk mengiringi atau menunjang penampilan tari, sehingga tak banyak ikut menentukan isi tarinya. Dalam perkembangan musik sebagai pengiring tari telah banyak kita jumpai suatu iringan tari yang disusun secara khusus. Artinya meskipun fungsi musik hanya untuk mengiringi tetapi juga harus bisa memberikan dinamika atau membantu memberi daya hidup tarinya. berikut alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari Ranup Lampuan.
A. Geundrang (gendang)
Geundrang (gendang) adalah sebuah alat musik yang terbuat dari kayu nangka, kulit kambing, dan rotan. Menurut catatan yang didapatkan kemungkinan asal-usulnya telah ada sejak zaman Hindu atau lewat pedagag islam dari gujarat akhir abad ke XI. Alat musik ini dibuat dengan melubangi kayu nangka yang berbentuk silinder, sehingga badan geundrang menyerupai bambam. Sementara itu, pada masing-masing lingkarannya, kiri dan kanan, dipasangi kulit kambing. Adapun ring untuk mengikat kulit kambing tersebut menggunakan rotan yang sudah dibuat sesuai dengan ukuran lingkaran geundrangnya.
Selain itu, kulit yang menutup permukaan dari kedua sisi geundrang dihubungkan dengan tali yang juga terbuat dari kulit. Taliu ini berfungsi sebagai penguat. Sementara itu, alat pemukulnya terbuat dari kayu yang sudah dibengkakkan ujungnya. Ujung inlah yang akan digunakan untuk memukul
permukaan geundrang.
B. Rapa’i
Rapa’i adalah alat musik tradisional aceh yang mirip dengan geundrang. Kayu yang digunakan untuk membuat rapa’i sama dengan kayu yang digunakan untuk membuat geundrang, yaitu batang pohon nangka. Batang kayu ini diberi lubang di bagian tengahnya, yang dikenal dengan sebutan baloh. Ukuran baloh lebih besar dari pada bagian atas daripada bagian bawah. Bagian atas ditutup dengan kulit kambing, sedangkan bagian bawahnya dibiarkan terbuka. Untuk menjepit dan mengatur ketegangan kulit tersebut, digunakan rotan yang sudah dibalut dengan kulit. Rapa’i dimainkan tanpa alat pemukul, tetapi langsung menggunakan tangan. Selain itu, rapa’i biasanya dimainkan secara beramai-ramai.
C. Serune kalee
Serune kalee adalah salah satu alat tiup Musik Tradisional aceh, diklasifikasiakn sebagai alat tiup jenis Aerophone, karena memakai lidah. Sebutan Serune Kalee dalam bahasa Aceh berarti Serune = Serunai dan Kalee = sebutan sebuah desa di Laweung kabupaten pidie. Alat tiup semacam ini juga didapati dibeberapa daerah pesisir Aceh dengan nama yag serupa. Serune Kalee sebagai alat primair, berperan membawa lagu (melodi), lebih tepat untuk jenis instrumental saja. Serune Kalee merupakan salah satu alat musik tradisional Aceh yang memegang peranan penting serta digemari seluruh
laipasan masyarakat.
Kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Ranup Lampuan ini biasanya adalah busana tradisional acah. Untuk busana yang digunakan para penari biasanya baju lengan panjang dan celana panjang. Pada bagian pinggang menggunakan kain sarong atau kain sonket khas Aceh dan sabuk sebagai pemanis. Sedangkan pada bagian kepala menggunakan kerudung yang dihias dengan bunga-bunga dan kain selendang yang menjutai ke bawah. serta membawa puan dan sirih yang nantinya akan disuguhkan kepada para tamu.
Baju pokok/kostum
Karakter tokoh-tokoh dapat tampil dengan meyakinkan apabila unsur - unsur tata rias dan tata busana sebuah pertunjukan diciptakan atas dasar pemahaman sebuah keindahan. Pakaian yang diapaki oleh penari semula adalah pakain sehari-hari, namun dalam perkembangannya, pakaian tari telah disesuaikan dengan kebutuhan tarinya. Fungsi busana tari adalah untuk mendukung tema atau
isi tari, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Busana tari yang baik bukan hanya sekedar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga harus dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari.
Dalam tari tradisi, busana tari sering mencerminkan identitas daerah yang sekaligus menunjukkan suatu tari itu berasal. Dalam pemakain warna busan, tidak jarang suatu daerah tertentu senang dengan warna tertentu. Warna memiliki arti simbolis bagi masyarakat yang memakainya, antara lain :
- Warna merah merupakan simbol keberanian dan agresif, biasa dipakai untuk menggambarkan tokoh atau peranan raja yang sombong dan bengis. Namun sering juga dipergunakan oleh seorang yang agresif dan pemeberani, seperti kesatria yang dinamis.
- Warna biru merupakan simbol kesetiaan dan mempunyai kesan ketentraman. Biasa dikenakan oleh tokoh atau peran yang berwatak setia.
- Warna kuning merupakan simbol keceriaan atau kegembiraan.
- Waarna hitam merupakan simbol kebijaksanaan atau kematangan jiwa. Biasanya dipakai tokoh raja yang agaung dan bijak.
- Warna putih merupakan simbol kesucian atau bersih. Biasanya untuk menggambarakan tokoh-tokoh yang tidak mementingkan duniawi.
Bagi perempuan : bentuk pakaian yang digunakan oleh perempuan tidak jauh berbeda dengan laki-laki, yaitu jas berlengan panjang dengan kerah tertutup dan panjangnya mencapai pinggul. Sebagain bawahan, digunakan celana panjang dengan kain sarung yang dililitkan mulai dari perut hingga lutut. Dan, sebagai pelengkap, digunakan ikat pinggang yang disebut pending . adapun aksesoris lain yang menjadi ciri khasnya ialah kalung dan mahkota.
Tata busana dalam tari Ranup Lampuan terbagi menjadi dau yaitu busana untuk primadona dan busana untuk penari biasa.
- Untuk primadona pada tari Ranup Lampuan busanan dan tata riasnya lebih lengkap dibanding dengan penari biasa. Primadona biasanya memakai baju atau kain yang dikenanan oleh para penari lainnya. Rias wajah untuk primadona ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan rias wajah cantik. Hiasan kepala primadonan lebih meriah dari hiasan kepala penari biasa. Primadona dihias lengkap, namun tidak seperti pengenten yang duduk bersanding. Sanggul primadona dinamakan Semanggaoi Cot, yang merupakan sanggul khas Cut Nyak Dhien. Primadona juga menggunakan hiasan adan seperti kalung.
- Penari biasa dalam tari Ranup Lampuan selain primadona, memakia penutup kepala (selendang). Jadi para penari biasa hanya memakai bunga saja mengelilingi sanggulnya tidak memekai kembang goyang. Perhiasan di badan penari sederhana, para penari menggunakan kain songket Aceh, warna baju dan songket terserah dari grup itu sendiri.
Pakaian penari Ranup Lampuan terdiri dari :
A. Baju Aceh
Baju Aceh yakni baju panjang tangan dengan potongan leher tertutup (kerah ke atas). Pada kerah leher baju di sulam benang kasab/benang emas dengan warna serasi dengan warna bahan kain. Biasanya kain berwarna kuning atau merah (ungu kemerah-merahan). Demikian pula sulaman terdapat pada ujung tangan baju.
B. Celana panjang
Celana panjang dengan potongan lebar/lapang pada bahgian atas pinggang, sedang kaki mengecil ke bawah. Pada persilangan kaki/paha ditambah/dijahit kain lain yang berbentuk segitiga yang disebut meusetak, sehingga persilangan tersebut jauh kebawah/longgar. Pada bagian sebelah
dalam dari kaki celana disulam benang emas (meukasep), dengan demikian juga sekeliling ujung kaki.
Gambar Baju dan celana untuk penari Tari Ranup Lampuan.Disesuikan dengan warna dan bentuk motif sesuai sanggar seni masing-masing.Dan biasanya primadona memakai baju warna berbeda dengan yang lainnya.
C Kain sarung
kain sarung tenunan Aceh yang serasi.
Songket Aceh, biasanya disesuaikan dengan warna baju.
D. Ikat pinggang
Ikat pinggang dari emas atau emas celupan.
Tali Pinggang Berbahan dasar tembaga/besi, dicelupkan dengan warna mas.
E. Selendang
Kain selendang biasa. Khusus untuk penari utama (primadona/ratu) di lengkapi dengan hiasan-hiasan lainnya yang terdiri dari : kembang goyang (dari bahan emas/celupan) sebagai tusuk konde, petamdo (mahkota). Perlengkapan lainnya adalah puan/cerana sebanyak 7 buah yang terdiri dari 6 buah untuk penari biasa dan 1 untuk primadona/ratu.
Selendang yang digunakan dalam Tari Ranup Lampuan, disesuaikan dengan pakain.
Gambar Kembang goyang yang sudah dimodifikasi mengikuti zaman.
Gambar Bunga Tusuk yang dipakai berdampingan dengan Kembang Goyang
Gambar Gelang yang dipakai di antara pergelangan tangan dan siku. Biasanya hanya dipakai oleh primadona
Gambar Mahkota untuk primadona.
Properti
Properti merupakan istilah dalam bahasa inggris yang bearti alat-alat pertunjukan. Alat yang digunakan adalah alat tertentu yang telah disiapkan dahulu oleh para penari atau pebata gerak. Properti tari dapat berasal dari tata busana penari dan juga dapat berasal dari bukan tat busanan penari.
Jenis properti tari ada yang berbentuk dan digunakan secara nyata, tetap ada juga jenis-jenis properti tertentu yang bentuk cara penggunaanya yang bersifat simbolik. Properti yang dipakai dalam tari Ranup Lampuan adalah Puan/cerana yang dipakai sebagai tempat menaruh dan meramu sirih. Sedangkan properti untuk pengiring musik adalah Rapa’i, Serunee Kalee dan Geundrang.
Gambar Puan sebagai properti tari Ranup Lampuan
Dalam perkembangannya, Tari Ranup Lampuan masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Berbagai kreasi serta variasi dalam segi gerak, pengiring, dan busana, juga sering ditambahkan di setiap penampilannya. Hal ini tentu hanya dilakukan agar terlihat menarik, namun tidak meninggalkan ciri khas dan keasliannya.
Tari Ranup Lampuan ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara penyambutan, seperti penyambutan tamu terhormat maupun jenis penyambutan adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, dan promosi pariwisata. Hal ini dilakukan sebagai usaha pelestarian dan memperkenalkan kepada generasi muda maupun masyarakat luas akan Tari Ranup Lampuan ini.
Kesimpulan
- Ranup Lampuan adalah kesenian tari yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam. Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup warga Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu.
- Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh.
- Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut, tari ini digolongkan ke dalam jenis tari adat/upacara.
- Setiap gerakan dan atribut dalam tarian ini mengandung makna simbolik. Sebagai gambaran, seluruh gerakan dalam tari ini dibawakan dengan tertib dan lembut sebagai ungkapan keikhlasan menerima tamu.
- Terdapat juga gerakan salam-sembah dengan tangan mengayun ke kiri, ke kanan, dan ke depan sebagai perlambang kekhidmatan mempersilakan para tamu untuk duduk. Lantas, sirih dalam puan pun dihidangkan secara nyata oleh para penari kepada tamu yang mereka sambut. Dalam masyarakat Aceh, sirih dan puan merupakan perlambang kehangatan persaudaran.
Anda baru saja membaca artikel dengan judul Tari Ranup Lampuan Tarian Tradisional Aceh, Semoga bermanfaat. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
- Deparetemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, (Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1986), hal. 141-145.
- Murtala, Tari Aceh Yuslizar dan Kreasi yang mentradisi, (Banda Aceh, No Goverment Individual, 2009), hal 35-37.
- Rekomendasi Majelis Adat Aceh Tentang Tarian Ranup Lampuan, berdasarkan Rapat Staf ahli Majelis Adat Aceh pada hari senin tanggal 5 mei 2014 pukul 14:00 s/d 16:00 WIB tentang penampilan Tari Ranup Lampuan. Diakses melaui website resmi MAA pada taggal 20 Desember 2016.
- Hamid Bahari, Kitab Budaya Nusantara,DIVA press (anggota IKAPI) banguntapan jogjakarta 2011, hal 14-16
- Wawancara dengan Rahmat Hidayat, pengiring musik di Komunitas Saleum tanggal 6 januari 2017.
- Z.H. Idris dkk, Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Provinsi Daerah Istimewa Aceh (proyek penelitian pengkajian dan pembinaan nilai-nilai budaya), (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993), hal. 47-56.
- Hamid Bahari, Kitab Budaya Nusantara,DIVA press (anggota IKAPI) banguntapan jogjakarta 2011,hal 9.
- Murtala, Tari Aceh Yuslizardan Kreasi yang.................hal.45-46
- Wawancara dengan T Fadli pengurus Sanggar Nurul Alam, tanggal 29 Desember 2016.
- [1] [2] [3]
COMMENTS